Templateweb77

kop web

SEJARAH
PENGADILAN NEGERI MALILI

Pengadilan Negeri Malili ditetapkan pada tanggal 26 Januari 2008 berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Pengadilan Negeri Balige Pengadilan Negeri Masamba Pengadilan Negeri Saumlaki Pengadilan Negeri Ranai Pengadilan Negeri Prabumulih Pengadilan Negeri Pagar Alam Pengadilan Negeri Kasongan Pengadilan Negeri Parigi Pengadilan Negeri Bintuhan Pengadilan Negeri Tais Pengadilan Negeri Malili Pengadilan Negeri Labuan Bajo Pengadilan Negeri Amurang Pengadilan Negeri Kepahiang Pengadilan Negeri Tubei Dan Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong. Pada tanggal 25 Maret 2010 di Pontianak Ketua Mahkamah Agung RI, Bapak DR. Harifin A. Tumpa, SH. MH. telah meresmikan operasional Pengadilan Negeri (PN) Malili. PN Malili merupakan pemekaran dari wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas I B Palopo. Beroperasinya PN Malili maka Kabupaten Luwu Timur yang dahulu merupakan wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas I B Palopo menjadi wilayah hukum Pengadilan Negeri Malili dengan demikian wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas I B Palopo setelah peresmian tersebut hanya meliputi Kabupaten Luwu dan Kota Palopo. Terhitung sejak tanggal 25 Maret 2010, pilar pokok penyelenggara kekuasaan negara di Kabupaten Luwu Timur tergenapi yang ditandai dengan diresmikannya kegiatan operasional PN Malili oleh Bapak Ketua Mahkamah Agung RI, Bpk. DR. H. Arifin Tumpa, SH. MH, yang dipusatkan di Pontianak.
Peresmian Pengadilan Negeri Malili merupakan bagian dari peresmian beberapa pengadilan tingkat pertama dan peresmian beberapa gedung baru kantor pengadilan pada empat lingkungan peradilan di bawah naungan Mahkamah Agung RI. Peresmian PN Malili dilangsungkan di pelataran tempat sidang Pengadilan Negeri Palopo di Malili yang akan dijadikan kantor sementara Pengadilan Negeri Malili, ditandai dengan pembacaan sambutan Ketua Pengadilan Negeri Kelas I B Palopo, sambutan Bupati Luwu Timur dilanjutkan dengan pembukaan tirai papan nama Pengadilan Negeri Malili oleh Bupati Luwu Timur. Ketua Pengadilan Negeri Kelas I B Palopo dalam sambutannya menyatakan bahwa pembentukan Pengadilan Negeri Malili merupakan amanat dari Keputusan Presiden RI No. 3 Tahun 2008 tanggal 26 Januari 2008 yang ditujukan sebagai bentuk pelayanan Mahkamah Agung RI kepada masyarakat pencari keadilan khususnya di Kabupaten Luwu Timur, yang selama ini harus menempuh jarak yang cukup jauh ke Kota Palopo, yang sebelum peresmian Pengadilan Negeri Malili, termasuk ke dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas I B Palopo. Ketua Pengadilan Negeri Malili yang dilantik pada tanggal 06 April 2010 oleh Bapak Ketua Pengadilan Negeri Makassar di Pengadilan Negeri Makassar. Ketua Pengadilan Negeri Malili sejak Tahun 2010 hingga saat ini adalah:

  1. Bakri, S.H. (2010–2011 );
  2. H. Muhammad Djamir, S.H., M.H. (2011-2013 );
  3. Teguh Santoso, S.H. (2013-2015 );
  4. Djulita Tandi Massora, S.H., M.H. (2015-2017);
  5. Khairul, S.H., M.H. ( 2017-2021);
  6. Alfian, S.H. (2021-2022);
  7. Hika Deriyansi Asril Putra, S.H. (2022 - sekarang).

Pencarian

5.Untitled 1920 780 px fix

Maklumat Hika

 

JDIH MA-RI

Feed not found.

8 Nilai Utama Mahkamah Agung

 Kemandirian Kekuasaan Kehakiman: (Pasal 24 ayat (1) UUD 1945).
Kemandirian Institusional: Badan Peradilan adalah lembaga mandiri dan harus bebas dari intervensi oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman (Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
Kemandirian Fungsional: Setiap hakim wajib menjaga kemandirian dalam menjalankan tugas dan fungsinya (Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman). Artinya, seorang hakim dalam memutus perkara harus didasarkan pada fakta dan dasar Hukum yang diketahuinya, serta bebas dari pengaruh, tekanan, atau ancaman, baik langsung ataupun tak langsung, dari manapun dan dengan alasan apapun juga.

Integritas dan kejujuran (Pasal 24A ayat (2) UUD 1945; Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman) Perilaku Hakim harus dapat menjadi teladan bagi Masyarakatnya. Perilaku Hakim yang Jujur dan Adil dalam menjalankan tugasnya, akan menumbuhkan kepercayaan Masyarakat akan Kredibilitas Putusan yang kemudian dibuatnya. Integritas dan Kejujuran harus menjiwai pelaksanaan Tugas Aparatur Peradilan.

Kejujuran atau jujur artinya apa-apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Sikap jujur itu perlu di pelajari oleh setiap orang, karena kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilan menuntut kemuliaan abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati.

Akuntabilitas (Pasal 52 dan Pasal 53 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) Hakim harus mampu melaksanakan tugasnya menjalankan kekuasaan kehakiman dengan profesional dan penuh Tanggung Jawab. Hal ini antara lain diwujudkan dengan memperlakukan pihak-pihak yang berPerkara secara profesional, membuat putusan yang didasari dengan dasar alasan yang memadai, serta usaha untuk selalu mengikuti perkembangan masalah-masalah Hukum aktual. Begitu pula halnya dengan aparatur Peradilan, tugas-tugas yang diemban juga harus dilaksanakan dengan penuh Tanggung Jawab dan Profesional.

Responsibilitas (Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) Badan Peradilan harus tanggap atas kebutuhan Pencari Keadilan, serta berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat mencapai Peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Selain itu, Hakim juga harus menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai Hukum dan Rasa Keadilan yang hidup dalam Masyarakat.
Keterbukaan (Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; Pasal 13 dan Pasal 52 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) Salah satu upaya Badan Peradilan untuk menjamin adanya perlakuan sama di hadapan Hukum, perlindungan Hukum, serta kepastian Hukum yang adil, adalah dengan memberikan akses kepada Masyarakat untuk memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan penanganan suatu Perkara dan kejelasan mengenai Hukum yang berlaku dan penerapannya di Indonesia.

Ketidakberpihakan (Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) Ketidakberpihakan merupakan syarat utama terselenggaranya proses Peradilan yang Jujur dan Adil, serta dihasilkannya suatu putusan yang mempertimbangkan Pendapat/ Kepentingan para pihak terkait. Untuk itu, Aparatur Peradilam harus tidak berpihak dalam memperlakukan pihak-pihak yang berPerkara.
Perlakuan yang sama di hadapan Hukum (Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 52 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) Setiap Warga Negara, khususnya Pencari Keadilan, berhak mendapat perlakuan yang sama dari Badan Peradilan untuk mendapat Pengakuan, Jaminan, Perlindungan, dan Kepastian Hukum yang Adil serta perlakuan yang sama di hadapan Hukum.

Pengadilan Negeri Malili, 2016
Click to listen highlighted text! Powered By GSpeech